ASSALAMUALAIKUM!

ahlan wasahlan~

Tuesday 6 December 2011

KEWAJIPAN BERZAKAT!

Apabila Islam datang sebagai agama penyudah,“zakat” telah dijadikan sebagai salah satu rukunnya yang lima. Ia merupakan suatu peningkatan kepada sistem yang telah sedia ada di bawah agama-agama langit sebelum itu, yaitu “Ihsan”.  Walaupun kedua sistem ini ada persamaannya dalam sifat sebagai sumbangan pihak yang berada kepada golongan yang memerlukan, namun zakat adalah hak yang  boleh dituntut oleh mereka yang berhak menerimanya, berbanding Ihsan yang  lebih bersifat sumbangan sukarela saja. Peningkatan ini banyak berasaskan kepada hakikat Islam adalah suatu agama dan cara hidup, atau diistilahkan oleh sebagian orang sebagai ad-Din  
Agama-agama langit terdahulu hanya bersifat agama saja, kerana itu sumbangan yang diperlukan lebih bersifat keagamaan semata-mata,yaitu Ihsan, atau boleh diterjemahkan sebagai derma simpati. Sedangkan zakat mengandungi dua sifat sekaligus, yaitu kewajipan keagamaan dan pada waktu yang sama kewajipan kenegaraan. Sebagai kewajipan agama, orang yang menafikannya dianggap sebagai pendusta agama, dan sebagai kewajipaan kenegaraan, orang  yang  gagal menunaikannya boleh dihukum, sementara mereka yang menentangnya secara berkumpulan boleh diperangi sebagai kumpulan pendurhaka.
Kerana itulah institusi zakat tidaklah merupakan institusi agama atau masyarakat semata-mata, tetapi lebih dari pada itu merupakan juga institusi pentadbiran dan pemerintahan negara. Berasaskan kepada sifatnya ini al-Quran memerintahkan supaya ia diurus oleh pemerintah dan negara sebagai suatu sistem keuwangan yang tersusun, dan tidak boleh dibiarkan orang perseorangan atau kumpulan masyarakat untuk melaksanakannya.
Dengan kata lain, Ia bukan urusan individu, atau kelompok masyarakat, tetapi lebih dari itu kerja pemerintah dan negara. Dari perspektif ini skop penglihatan kepada kewajipan zakat ini tidak boleh difokuskan kepada aspek kewajipan memberi atau menunaikannya saja, tetapi juga kepada aspek pentadbiran dan penguatkuasaannya juga. Berasaskan kepada kedudukan inilah maka sejak di zaman Rasulullah s.a.w. lagi para pegawai senantiasa diantar ke daerah-daerah bagi tujuan, antara lain mengurus pentadbiran zakat sebagai sebagian dari pada pentadbiran negara.Berasaskan kepada kedudukan inilah juga maka para sarjana keuwangan Islam, seperti Abu Yusuf, al-Mawardi,  Abu Ya’la, Abu ‘Ubaid dan banyak lainnya biasanya membahas tentang zakat bukan dalam bab ibadat, tetapi dalam bab keuwangan dan percukaian.
Pengertian zakat Zakat menurut bahasa ialah: Kata zakat merupakan kata dasar dari (masdar) dari Zaka yang berarti Keberkatan, kesucian, perkembangan dan kebaikan. Sebab dinamakan zakat ialah kerana ia dapat mengembangkan harta yang telah dikeluarkan zakatnya dan menjauhkannya dari segala kerusakan sebagaimana Ibnu Taimiah berkata: Diri dan harta orang yang mengeluarkan zakat menjadi suci dan bersih serta hartanya berkembang secara maknawi.
Pengertian zakat dari sudut syarak ialah: Sebahagian harta tertentu yang telah diwajibkan oleh Allah s.w.t untuk diberikan kepada orang-orang yang berhak menerimanya sebagaimana yang telah dinyatakan di dalam al-Quran atau ia juga boleh diertikan dengan kadar tertentu dari harta tertentu yang diberikan kepada golongan tertentu dan lafaz zakat juga digunakan terhadap bahagian tertentu yang dikeluarkan dari harta orang yang wajib mengeluarkan zakat. Zakat Syar’ie kadang kala dinamakan sedekah di dalam bahasa al-Quran dan Hadis sebagaimana Firman Allah s.w.t: ) خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْ إِنَّ صَلَاتَكَ سَكَنٌ لَهُمْ(
artinya: Ambillah (sebahagian) dari harta mereka menjadi sedekah (zakat), supaya dengannya engkau membersihkan mereka (dari dosa) dan mensucikan mereka (dari akhlak yang buruk) dan doakanlah untuk mereka, kerana sesungguhnya do’amu itu menjadi ketenteraman bagi mereka. (Surah at-Taubah, Ayat: 103).
Manakala di dalam Hadis Sahih pula, Rasulullah s.a.w bersabda kepada Muaz ketika baginda mengutuskannya ke Yaman: (Beritahulah kepada mereka bahawa Allah s.w.t mewajibkan mereka mengeluarkan sedekah (zakat) dari harta mereka, sedekah tersebut diambil daripada orang yang kaya di kalangan mereka dan diberikan kepada orang-orang yang miskin di kalangan mereka). Hadis ini dikeluarkan oleh jemaah ahli hadis.
Orang Miskin dan kebudayaan masa lampau
Kemiskinan dan orang-orang miskin sudah dikenal oleh manusia dan jauh sejarah, semenjak zaman-zaman lampau. Oleh karena itu beralasan sekali bila kita mengatakan  bahwa kebudayaan umat manusia dalam satu kurunnya tidak pernah sepi dari orang-orang yang berusaha membawa kebudayaan itu mempehatikan nilai manusiawi dasar, yaitu perasaan merasa tersentuh melihat penderitaan orang lain dan berusaha melepaskan mereka dari kemiskinan dan kepapaan atau paling kurang meringankan nasip yang mereka derita tersebut
Namun sutuasi yang dihadapi oleh orang-orang miskin pada kenyataannya tidak memungkinkan maksud itu tercapai, dan hal itu  sudah merupakan noda hitam yang mengotori muka umat manusia, dimana masyarakat tidak tersentuh lagi oleh nasehat para budiman dan peringatan para cerdik pandai.Seorang ilmuan besar melaporkan kepada kita tentang sejarah hitam hubungan antara orang-orang miskin yang telah berlangsung semenjak kebudayaan-kebudayaan  pertama manusia. Katanya, “Pada bangsa apapun peneliti mengarahkan perhatiannya.
Ia selalu hanya akan menemukan dua golonngan manusia yang tidak ada ketiganya, yaitu golongan yang berkecukupan dan golongan yang melarat. Dibalik itu selalu selalu didapatkan suatu keadaan yang sangat menarik. Yaitu golongan yang berkecukupan selalu selalu semakin makmur tampa batas, sedangkan golongan yang melarat selalu semakin kurus sehingga hampir-hampir bercampak diatas tanah, terhempas tak berdaya. Sedangkan orang yang hidup mewah-mewah itu sudah tidak sadar mulai dari mana atap di atasnya runtuh. 
 Perhatian Agama-agama terhadap orang-orang miskin
Pada dasarnya semua agama, bahkan agama-agama ciptaan manusia yang Tidak mengenal hubungan dengan Kitab suci yang berasal dari langit (Samawi), tidak kutrang perhatiannya pada segi sosialyang tampa segi ini persaudaraan dan kehidupan yang sentosa tidak mungkin terwujut.Demikianlah dilembah Eufrat-Tigris 4000 s.m. kita menemukan Hummurabi, seseorang yang buat pertamakalinya menyusun peraturanperaturan tertulis yang masih dapat kita baca sekarang., berkata bahwa Tuhan mengirimnya kedunia ini untuk mencegah orang-orang kaya bertindak sewenang-wenang terhadap orang-orang lemah, membimbing manusia, serta menciptakan kemakmuran buat umat manusia. Dan beribu-ribu sebelum masehi orang-orang masehi Mesir kuno selalu merasa menyandang  tugas agama sehingga mengatakan, “Orang lapar kuberi roti, orang yang tidak berpakaian kuberi pakaian, kubimbing kedua tangan orang-orang yang tidak mampu berjalan ke seberang, dan aku adalah ayah bagi anak-anak yatim, suami bagi janda-janda dan tempat menyelamatkan diri bagi orang-orang yang ditimpa hujan badai.
Perhatian Agama-agama Langit (Samawi)
Agama-aganma langitlah sesungguhnya yang lebih kuat dan lebih dalam dampak seruannya dari pada buah pikiran filsafat, agama ciptaan, dan ajaran apapun dalam melindungi orang-orang miskin dan lemah. Bila kita membuka Al-Qur’an, pegangan terbaik dari Tuhan bagi manusia yang masih tetap abadi, kita temukan Al-Qur’an berbicara tentang Ibrahim, dan Ya’kub:“Kami jadikan mereka pemuka-pemuka, yang memimpin menurut perintah kami. Kami wahyukan kepada mereka agar melakukan perbuatan baik-baik, dan mendirikan shalat, membayar zakat, dan menyembah kepada kami.Kemudian apabila kita memeriksa Taurat dan Injil (perjanjian Lama dan perjanjian baru) yang ada sekarang, kita akan bertemu dengan banyak pesan dan nasehat khusus tentang cinta kasih dan perhatian pada fakir miskin, janda-janda yatim, dan orang-orang lemah. Dalam taurat surat Amsal, pasal 21, kita temukan, “Barangsiapa menyumbat telinganya akan tangis orang miskin, maka ia pun kelak akan berteriak, tetapi tiada yang mendengar akan suaranya. Dengan persembahan yang sembunyi orang akan memadamkan murka.”    
PERHATIAN ISLAM PADA MASA PERIODE MAKKAH
Perhatian Islam yang besar terhadap penanggulangan problema kemiskinan dan orang-orang miskin dapat dilihat dari kenyataan bahwa islam semenjak fajarnya baru menyingsing di kota makkah- saat umat islam masih bebera[pa orang dalam hidup tertekan, dikejar-kejar, belum mempunyai pemerintah dan organisasi politik sudah mempunyai kitab suci Al-Quran yang memberikan perhatian penuh dan kontinyu pada masalah sosial penanggulangan kemiskinan tersebut. Al-Qur’an adakalanya merumuskan dengan kata-kata “memberikan makan dan mengajak memberi makan orang-orangmiskin,” dan adakalanya dengan rumusan “memberikan rizki yang diberikan Allah,” “memberikan hak orang-orang yang meminta-minta, miskin, dan terlantar dalam perjalanan”,  “membayar zakat,” dan rumusan-rumusan lainnya.   
Memberi Makan orang miskin adalah Realisasi Iman
Dalam surat al-Muddaststir, yaitu salah satu surat yang turun pertama, Al-Quran memperlihatkan kepada kita suatu peristiwa di akhrat, yaitu peristiwa “orang-orang kana” Muslimin di dalam surga bertanya-tanya mengapa orang-orang kafir dan pembohong-pembohong itu  di ceblos ke dalam neraka. Mereka lalu bertanya, yang memperoleh jawaban bahwa mereka di coblos kedalam neraka oleh karena tidak memperhatikan dan membiarkan orang-orang miskin menjadi mangsa kelaparan.
Hak Tanaman Waktu Dipetik
 Dalam al-Quran surah al-An’am. Allah berfirman: “Dan Dialah yang menjadikan tanaman-tanaman yang berkisi-kisi dan tidak berkisi-kisi, pohon kurma, biji-bijian yang beraneka ragam bentuknya, zaitun, dan buah delima yang serupa dan tidak serupa. Makanlah buahnya bila berbuah, dan keluarkanlah haknya pada hari memetik hasilnya, tetapi janganlah berlebih-lebihan. Sungguh Allah tiada menyukai orang-orang yang berlebi-lebihan.Allah memperingatkan kepada manusia bahwa dalam biji-bijian dan buah-buahan terdapat hak orang lain yang harus dikeluarkan pada waktu memetiknya. Said bin Jubair berkata, “Hal itu sebelum perintah zakat turun, yaitu bahwa orang itu harus menyedekahkan sebagian hasil tanamannya, memberi makan ternak, memberi anak yatim dan orang miskin, serta juga rumput-rumputan.”  
Bentuk Zakat di Makkah
Demikianlah sejumlah cara yang dipakai al-Qur’an makiah dalam mendorong manusia agar memperhatiakan dan memberikan hak-hak fakir miskin supaya mereka itu tidak terlunta-lunta.Cara-cara yang dipakai itu dimahkotai dengan satu cara lain yaitu “dipujinya orang yang berzakat dan dicercanya orang yang tidak membayarnya” sebagaimana jelas terlihat dalam surat-surat Makiah tersebut.  Dalam al-Qur’an surah ar-Rum, Allah s.w.t memerintahkan agar hak kerabat, orang miskin, dan orang yang terlantar di perjalanan diberikan, dan kemudian memperbandingkan antara riba, yang pada lahirnya tampak seakan-akan menambah kekayaan tetapi pada dasarnya menguranginya, dengan zakat, yang pada lahirnya tampak mengurangi kekayaan tetapi pada dasarnya mengembangkan kekayaan itu.
Allah berfirman: “Berikanlah hak karabat, fakir miskin, dan orang yang terlantar dalam perjalanan. Yang demikian itu lebih baik bagi mereka yang mencari wajah allah dan merekalah yang akan berjaya. Dan uang yang kalian berikan untuk diperbungakan sehingga mendapat tambahan dari harta orang lain, tidaklah mendapat bunga dari Allah. Tetapi yang kalian berikan berupa zakat untuk mencari wajah Allah, itulah yang mendapat bunga. Mereka yang berbuat demikinlah yang beroleh pahala yang berlipat ganda.”
Hal yang perlu dicatat dari pernyataan-pernyataan tentang zakat dalam surat-surat yang turun di Makkah itu adalah bahwa pernyataan-pernyataan tersebut tidak dalam bentuk amr ‘Perintah’ yang dengan tegas mengandung arti wajib dilaksanakan, tetap berbentuk kalimat-kalimat berita biasa. Hal itu karena zakatdi pandang sebagai ciri utama orang-orang yang beriman, bertakwa, dan berbuat kebajikan:2 Yaitu orang yang membayar zakat dan mereka yang melaksanakan zakat, atau orang-orang tertentu yang ditegaskan oleh Allah hidup sukses: Mereka itulah orang-orang yang sukses, atau sebaliknya dinilai sebagai orang-orang musyrik bila tidak melaksanakan kewaiban tersebut: yaitu mereka yang tidak membayar zakat.
Zakat pada periode Madinah
 Kaum muslimin di makkah baru merupakan pribadi-pribadi yang dihalagi menjalankan agama mereka, tetapi di madinah mereka sudah merupakan jamaah yang memiliki daerah, eksistensi, dan pemerintahan sendiri. Oleh karena beban tanggungjawab mereka mengambil bentuk baru sesuai dengan perkembangan tersebut. Yaitu bentuk delimitasi bukan generalisasi, bentuk hukum-hukum yang mengikat bukan hanya pesan-pesan yang bersifat anjuran.
Zakat setelah Puasa
Berdasarkan sejumlah hadis dan laporan para sahabat dan setelah kita membaca sejarah penetapan rukun-rukun Islam yang ada sekarang, kita mengetahui bahwa shalat lima waktu adalah rukun pertama yag wajib dijalankan oeleh kaum muslimin, yaitu di makkah pada malam peristiwa Isra’ sesuai dengan fakta. Kemudian baru puasa yang diwajibkan di madinah pada tahun 2 H bersamaan dengan zakat fitrah yang merupakan sarana penyucian Dosa, dan perbuatan tidak baik bagi yang berpuasa, dan sarana pemberian bantuan kepada orang-orang miskin pada saat lebaran. Setelah itu barulah diwajibkan zakat kekayaan, yaitu zakat yang sudah tertentu nisab dan besarnya.
Zakat adalah Rukun Islam Ketiga
 Nabi s.a.w. telah menegaskan di Madinah bahwa zakat itu wajib serta telah menjelaskan kedudukannya dalam islam. Yaitu bahwa zakat adalah salah satu rukun islam, dipujinya orang yang melaksanakan dan diancamnya orang yang tidak melaksanakannya dengan berbagai upaya dan cara. Dapatlah anda baca misalnya peristiwa Jibril mengajarkan agama kepada kaum muslimin dengan cara mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang menarik kepada rasulullah, “Apakah itu Islam?” Nabi menjawab: “Islam Adalah mengikrarkan bahwa tidak ada tuhan selain Allah dan Muhammad Adalah rasulNya, mendirikan Shalat, Membayar Zakat, berpuasa pada bulan Ramadhan, dan Naik Haji bagi yang mampu melaksanakan .” (hadis Muttafaq ‘alaih).
Dalam Hadis lain Rasulullah mengatakan bahwa rukun Islam itu lima,  yang dimulai denga shahadat, kedua shalat, dan ketiga zakat. Dengan demikian zakat di dalam sunnah dan begitu juga dalam Al-Qur’an adalah dasar Islam yang ketiga, yang tanpa dasar ketiga itu bengunan Islam banngunan islam Tanpa berdiri dengan Baik.Perbedaan-perbedaan mendasar antara zakat dalam islam dengn zakat dalam Agama-agama lain.Setelah jelas bagi kita zakat itu wajib dan bagaimana kedudukannya dalam islam berdasarkan apa yang diyang katakan oleh Al-Qur’an, sunnah, dan ijma’, maka kita dapat memberikan catatan penting penting dan ringkas tentang zakat tersebut, yang jelas berbeda sekali dari kebajikan dan perbuatan baik, kepada orang-orang miskin dan lemah yang diserukan oleh agama-agama lain.
1.      Zakat dalam islam bukanlah hanya sekedar suatu kebajikan dan perbuatan baik, tetapi adalah salah satu fondamen (rukun) Islam yang utama. Ia adalah juga salah satu kemegahan islam yang paling semarak dan salah satu dari empat ibadat dalam islam. Orang yang tidak mau membayar zakat itu di nilai fasik dan orang yang mengingkari bahwa ia wajib di pandang kafir. Zakat itu bukan pula kebajikan secara ikhlas atau sedekah tak mengikat, tetapi adalah kewajiban yang dipandang dari segi moral dan agama sangat mutlak dilaksanakan.
2.      Zakat menurut pandangan islam adalah hak fakir miskin dalam orang-orang kaya. Hak itu ditetapkan oleh pemilik kekayaan itu yang sebenarnya, yaitu Allah s.w.t. ia mewajibkannya kepada hamba-hambanya kepada hambanya yang diberinya kepercayaanNya yang dan dipercayakanNya itu. Oleh karena itu tidak satu bentuk kebajikan atau balas kasihan pun dalam zkat yang dikeluarkan orang-orang kaya kepada orang miskin, karena bendahara satu pos tidak berarti berbuat kebajikan bila ia mengeluarkan sejumlah uang atas perintah pemiliknya (atasan).
3.      Zakat merupakan “Kewajiban yang sudah ditentukan”, yang oleh agama sudah ditetapkan nisap, besar, batas-batas, syarat-syarat, waktu, dan cara pembayarannya, sejelas-jelasnya.
4.      Kewajiban ini tidak diserahkan saja kepada kesediaan manusia, tetapi harus dipikul tanggung jawab memungut dan mendistribusikannya oleh pemerintah. Hal itu didistribisikannya oleh para amil. Dan zakat itu sendiri merupakan pajak yang harus dipungut, tidak diserahkan kepada kemauan baik seseorang saja. Oleh karena itulah Al-Qur’an mengungkapkannya dengan: pungutlah zakat dari kekayaan mereka dan sunnah mengungkapkannya dengan, “dipungut dari orang-orang kaya”.Berdasarkan ciri-ciri diatas, dapatlah kita melihat bahwa zakat dalam islam merupakan sistem baru tersendiri yang tidak sama dengan anjuran-anjuran dalam agama-agama lain supaya manusia suka berkorban, tidak kikir.
Di samping itu pajak berbeda dari pajak dan upeti yang dikenakan para raja, yang justru di pungut orang-orang miskin untuk diberikan kepada orang-orang kaya, dan diberikan oleh orang-orang yang berkuasa untuk menyombongkan diri untuk berfoya-foya, untuk menyenangkan hati para keluarga dan bawahannya, dan untuk mejaga agar kekuasaan mereka tidak tumbang. 

No comments:

Post a Comment